ADSENSE Link Ads 200 x 90
ADSENSE 336 x 280
Sebut saja namanya Karta. Ia sudah menikah dengan wanita pilihannya. Berwajah cantik. Akan tetapi sayang, hatinya tidak secantik berwajah. Karta mulai dipengaruhi dengan istrinya dan nyaris selamanya menurutinya. Dari sinilah cerita tragis itu diawali.Terkecuali Karta serta istrinya, di rumah itu juga tinggal ibunya. Terlebih dahulu, Karta berlaku baik pada ibunya. Tetapi perlahan-lahan, sang istri men-‘cuci otak’-nya.
Satu hari, sepulang Karta dari tempat kerja, istrinya mengadu. “Mas, ibu itu bagaimana sih. Kerjanya hanya jalan-jalan ke tempat tinggal tetangga. Tidak ingin bantuin saya. ” Karta segera termakan kata-kata sang istri. Dicarinya ibunya.
“Ibu, ibu sukanya ke main ke rumah tetangga ya. Tidak mau mbantu menantu ibu, ” tuduh Karta pada ibunya.
“Siapa yang katakan sangat. Ibu itu yang ngepel serta nyapu tempat tinggal ini, Karta. Ibu yang membasuh. Serta makanan yang anda makan itu, itu juga ibu yang masak. Ibu benar-benar ke rumah tetangga, namun itu hanya sesaat. Untuk istirahat. Bila istirahat siang-siang dirumah ini, ibu dapat dimarahi istrimu, ” jawab ibunya.
Mendengar penjelasan itu, bukannya minta maaf, Karta jadi tak percayainya. “Ah, ibu alasan saja. ”
Hari-hari seterusnya, jalinan pada Karta serta ibunya tidak kunjung lebih baik. Terlebih interaksi pada ibu dengan istri Karta, jadi lebih memanas. Sampai satu malam, sesudah Karta hingga dirumah, sang istri memohonnya memutuskan yang begitu susah.
“Mas, saya telah tak kerasan lagi sama ibu. Saya serta ibu tak dapat lagi tinggal dalam satu atap. Saat ini Mas pilih, saya yang pergi atau ibu yang keluar dari tempat tinggal ini, ” kata istri Karta dengan suara tinggi.
Karta bingung. Ia tdk tega mengusir ibunya, namun ia juga tak mampu berpisah dari istrinya.
“Kenapa seperti itu Dik. Saya begitu mencintaimu, saya tidak mungkin saja hidup sendiri tanpamu. Namun ibu, ia tak miliki siapa-siapa. Bila ia pergi, pergi ke mana? Kasihan dia, ” tutur Karta bingung.
“Enggak Mas. Malam ini dapat anda mesti putuskan. Ibu yang pergi atau saya yang pergi. ” Luluh juga hati Karta di depan istrinya. Tak tahu syetan apa yang merasukinya, ia juga ambil langkah ke kamar ibunya.
“Masya Allah, benarkah anda ingin mengusir ibu ini, Karta? ” bertanya ibu 1/2 tidak yakin waktu mendengar Karta memohonnya pergi dari tempat tinggal.
“Iya, Bu. Ini untuk kebaikan rumah tangga kami, ” tutur Karta dengan tegas.
“Kamu tega, Karta, ” kata sang ibu dengan nada gemetar, tetapi orang yang namanya di panggil cuma diam, “kalaupun anda mengusirku, tunggu besuk
pagi. Tengah malam begini, ibu mesti ke mana? ”
Karta terdiam. Ia tidak menjawab. Namun keputusannya sudah bulat.
Sebagian kala lalu, ibu Karta juga keluar dengan tas di tangannya. Tak semuanya barangnya dapat dibawa. Ia ambil langkah jalan di dalam malam, sembari air mata selalu menetes membasahi pipinya. Sebagai seseorang ibu, ia sungguh begitu kecewa. Sakit hatinya. Diusir oleh anak sendiri yang lebih mementingkan istri tidak berakhlak dari pada ibunya. Dalam keadaan itu, sang ibu juga berdoa.
“Ya Allah, hatiku sakit atas perlakuan ini. Anakku sendiri mengusirku, walau sebenarnya saya yang mengandung, melahirkan, menyusui serta membesarkannya. Ya Allah, saya tak ridho kepadanya. Saya haramkan semua air susu yang diminumnya sejak mulai bayi sampai membentuknya seperti sekarang ini! ”
Doa seseorang ibu yang didurhakai, di dalam malam, dalam keadaan hujan rintik-rintik, ketiga aspek mustajabnya doa itu berjumpa.
Esok harinya, Karta rasakan semua badannya sakit. Kulitnya mulai gatal-gatal. Semakin lama, kulitnya seperti melepuh. Hari-hari selanjutnya lepuhan itu keluarkan nanah dengan bau yang menyengat. Hingga, tetangga yang menjenguknya juga tak berani mendekat.
Beragam usaha medis tidak juga membuatnya lebih baik. Karta mengerti kalau ini mungkin saja lantaran kesalahannya mengusir ibunya sendiri pada malam itu. “Tolong carikan ibuku, saya mau mohon maaf. Sakitku ini karena itu, ” pintanya pada seorang.
“Tidak. Agar Karta merasakan sakit itu. Sakitnya hatiku diusir lebih sakit dari apa yang dirasa Karta, ” jawab sang ibu waktu didapati pesuruh Karta, “aku tidak ingin kembali pada tempat tinggal itu. ”
Sekian hari lalu, Karta juga wafat. Demikian busuknya bau Karta, beberapa hingga modin setempat tak ingin memandikannya sendiri. Ia menyewa orang untuk memandikan Karta. Saat meninggalnya Karta nyaris berbarengan dengan wafatnya orang lain di kampung yang sama. Hingga tersedialah dua galian untuk memakamkan mereka. Serta barusan Karta dimakamkan, keributan berlangsung.
“Ini semestinya makam untuk saudara saya, mengapa dihuni, ” kata seorang yang terperanjat lihat galian makam untuk saudaranya sudah terisi.
“Maaf pak, kami tidak paham. Lantaran telah terlanjur, sekali lagi kami mohon maaf. Mohon almarhum dimakamkan di galian satunya Pak, kan keduanya sama makamnya”
“Tidak dapat! Ini telah kita pesan liang lahatnya dekat dengan anggota keluarga yang wafat terlebih dulu. Bila disana kan jadi terpisah. Kami tidak ingin. Mesti dibongkar”
Lantaran tak dapat di ajak kompromi, pada akhirnya warga juga mengalah untuk membongkar kembali makam Karta. Anehnya, waktu makamnya dibongkar, mereka merasakan kain kafan Karta sudah beralih warna ; coklat keabu-abuan. Badannya juga terlihat lebih tidak tebal. Serta demikian di buka, mereka terperanjat bukanlah main. Jenazah Karta beralih warna serta bentuk, seperti hangus terbakar. Sekian dahsyatnya azab untuk anak yang durhaka pada ibunya. Azab pedih segera berlangsung didunia serta lebih pedih lagi waktu ada di alam barzah.
Mohon bantu sebarkan cerita ini, mudah-mudahan dapat berguna serta bikin kita lebih menyukai ibu.
Sumber : Kisahikmah. com
0 Response to " Kisah Tragis Dahsyatnya Azab Seorang Anak Yang Mendurhakai Ibunya "
Post a Comment